Menampilkan postingan dari Februari, 2012

SENTRA KERAJINAN KULIT MANDING, BANTUL, YOGYAKARTA



Alamat: Manding, Sabdodadi, Bantul, Bantul, Yogyakarta

Desa Manding berlokasi di Jl Parangtiris km 11 Bantul, menjadi salah satu tujuan bagi wisatawan yang ingin berburu souvenir berbahan dasar kulit. Di sepanjang jalan perkampungan berderet showroom menawarkan aneka aksesoris berupa dompet, sepatu, tas, sabuk, jaket, dan lain-lain. Kualitas buatan manding tak beda jauh dengan buatan pabrik, namun harganya jauh lebih murah dibanding barang bermerek.

Pelopor usaha ini adalah Prapto Sudarmo. Mula-mula ia membuka usaha kerajinan kulit di Manding pada 1954 setelah sebelas tahun jadi pekerja perusahaan kulit di Rotowijayan. Usaha tersebut kemudian diikuti oleh warga setempat. Dan Manding menjelma menjadi sebuah industri kulit.

Meski sempat ambruk ketika barang berbahan plastik menyerbu pasaran. Bisnis kerajinan kulit Manding kembali berdiri saat pemerintah pusat menetapkan Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata nomor dua setelah Bali pada 1974. Dinas Perindustrian Bantul memberikan pelatihan desain dan mesin jahit kulit. Tujuannya agar produk Manding lebih variatif dan inovatif. Selain itu, beberapa perguruan tinggi seperti Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan Akademi Teknologi Kulit (ATK) memakai Manding sebagai daerah penelitian dan praktik. Hasilnya desa ini menjadi jujukan wisatawan asing, hingga 1980-an omset perajin Manding terus meningkat. Produksi kulit asal Manding juga menembus pasar internasional.

Gempa melanda pada 27 Mei 2006, daerah Bantul mengalami kerusakan terparah. Industri kulit di Manding turut hancur. Paska gempa, mulai 11 Desember 2006, dusun Manding dijadikan sebagai desa binaan Bank Indonesian (BI) sebagai bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) BI. Lewat bantuan dari para donatur, industri kulit Manding tak butuh waktu lama untuk bangkit. Kini terdapat sekira 40 kios menyediakan pelbagai produk kerajinan, belum lagi ditambah penduduk yang menjadikan rumah mereka sebagai home industry.

Sumber: Gelaran Almanak Seni Rupa Jogja 1999-2009
-->

SENTRA KERAJINAN BAMBU: BRAJAN, SENDANGAGUNG, MINGGIR, SLEMAN, YOGYAKARTA



Alamat: Brajan, Sendangagung, Minggir, Sleman, Yogyakarta

Aktivitas mengolah bambu sudah dilakoni warga dusun Brajan sejak 1970-an. Mayoritas penduduknya menggantungkan hidup dari seni mengolah bambu tersebut. Kebanyakan warga memakai rumah mereka sebagai tempat produksi. Perajin Brajan memiliki showroom bersama untuk tempat etalase sample produk, selain masing-masing punya tempat penampungan sendiri.

Kerajinan yang dihasilkan antara lain tempat buah, tempat tisu, kap lampu, aneka tas, dan lain-lain. Produk asal mampu menembus pasar internasional antara lain Malaysia, Belanda, Italia, Jerman, dan Jepang. Sekira lebih dari 6 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengembangkan usaha di dusun ini. Untuk memberi pelayanan pengunjung, warga dusun ini mengadakan konblokisasi pada 2001. Perbaikan jalan tersebut dilakukan secara gotong-royong, sedangkan konblok dicetak sendiri.

Sejak ditetapkan sebagai desa wisata kerajinan pada 2005, mulai melakukan pelbagai srategi promosi. Salah satunya dengan media online yang dikelola oleh Lembaga Intermediasi Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia (DPPM-UII).

Sumber: Gelaran Almanak Seni Rupa Jogja 1999-2009
-->

Sentra Kerajinan Kipas Bambu: Jipangan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta


Alamat: Jipangan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Permulaan dikenalnya Jipangan sebagai daerah kerajinan kipas bamboo bermula dari usaha Alif Hadi Prayitna pada 90-an. Saat masih sekolah ia sembari bekerja di lembaga pembuat kipas di Bantul. Untuk mencukupi biaya sekolah, ketika lembaga tersebut tutup, Alif membuat kipas sendiri dan memasarkannya di Jipangan. Perlahan usaha tersebut berkembang. Kini pemilik Hanafi Kipas ini sudah memperkerjakan beberapa karyawan. Apa yang dilakukan Hadi kemudian diikuti tetangganya. Beberapa bekas karyawannya juga mendirikan usaha sendiri.

Saat ini terdapat sekira 10 perajin kipas di Jipangan. Namun hanya 3 yang memproduksi kipas sampai finishing, sisanya hanya sampai pada tahap tangkai kemudian dilanjutkan ke penadah. Harga produk tergantung kriteria. Harga kerajinan kipas ukuran kecil kurang lebih 800 rupiah, ukuran standar berkisar 2 ribu hingga 3 ribu, sedangkan kipas skala super dijual antara 30 ribu sampai 50 ribu rupiah.

Kipas finishing dijual mulai 1.200 hingga 3.500 rupiah. Kalau masih berupa tangkai berkisar antara 500 sampai 700 rupiah. Kerajinan kipas bambu Jipangan banyak ke luar negeri, terutama negara Eropa melalui eksportir di Jakarta. Juga dipasarkan ke pelbagai kota Indonesia, termasuk Yogyakarta dan Jakarta. Belum lama ini Jipangan mendapat pesanan 100 ribu kipas dari Belanda.

Untuk membuat kerajinan ini diperlukan bahan berupa bambu, rotan, serta kain. Proses pembuatannya dari potongan bambu direbus menggunakan bahan pengawet H2O2 supaya tidak lekas menjamur. Setelah dijemur kurang lebih 3 hari, barulah kemudian di susun dan diwarna.

Sumber: Gelaran Almanak Seni Rupa Jogja 1999-2009
-->

SENTRA KERAJINAN BATIK TULIS GIRILOYO, YOGYAKARTA



Alamat: Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta

Membatik lumrah di Giriloyo. Mulanya kegiatan itu merupakan urusan perempuan, sekadar mengisi senggang. Sekarang, tradisi turun-temurun tersebut berkembang menjadi profesi andalan. Keunggulan batik giriloyo yakni memakai pewarna alam, halus, dan bermotif klasik. Meskipun memproduksi permintaan pasar, seperti batik siap pakai (sprei, taplak, pakaian, dan lain-lain), pembuatan batik klasik tetap dilestarikan. Kisaran harga jual antara 90 ribu rupiah sampai 700 ribu rupiah.

Meningkatnya industri batik giriloyo tak lepas dari peran Jogja Heritage Sosiety (JHS) dan Australian-Indonesian Partnership. Lembaga ini membina perajin, membentuk kelompok-kelompok batik. Hal tersebut guna memprofesionalkan usaha dan memudahkan pemasaran. Ada empat kelompok batik, yakni Sekar Arum, Sekar Kedhaton, Sido Mukti, dan Sungging Tumpuk.

Industri batik giriloyo sempat hancur paska gempa 26 Mei 2006. Berkat bantuan beberapa organisasi sosial mendampingi “Jogja Bangkit”, perlahan industri batik mulai stabil. Pembentukan Paguyuban Seni Batik Trilodji membantu ratusan perajin asal Giriloyo, Karang Kulon, dan Cengkehan untuk melanjutkan usaha. Sebagai bukti bangkitnya batik di kawasan Bantul, pada 27 Mei 2007 paguyuban tersebut membuat batik 1200 meter dan memecahkan rekor MURI. Sekira 500 pembatik perempuan turut terlibat. Pelbagai program promosi batik terus digalakkan, salah satunya dengan mengadakan workshop.

Giriloyo dikenal juga sebagai kawasan desa wisata. Potensi selain batik antara lain: rumah tradisional, pasareyan Giriloyo, dan kuliner (pecel kembang turi, disajikan bersama thiwul dan wedang uwuh). Terdapat pula paket Jelajah Desa dan Belajar Membatik” untuk 10 hingga 50 orang. Pengunjung yang berminat, cukup menyediakan 35 ribu hingga 45 ribu rupiah per orang.

Sumber: Gelaran Almanak Seni Rupa Jogja 1999-2009

-->