Menampilkan postingan dari September, 2014

Dalang G 30 S/PKI dan Pembantainya adalah Sama?




Sekali kayuh, dua pulau terlampaui. Sekali tekuk, dua musuh ambruk. Agaknya seperti itulah gambaran G 30 S.

Njono, anggota Politbiro PKI, dengan terus terang mengakui bahwa yang merencanakan, menggerakkan, dan bertanggung jawab terhadap gerakan kontra revolusi “Gerakan 30 September” adalah PKI.[1] Tapi setelah dilaksanakan berbagai hipotesis dan analisis, terungkap ada beberapa keganjilan pada siapa dalang sebenarnya dalam gerakan 30 September.
Keganjilan pertama, tiga orang penggerak G-30-S (Latief, Untung, dan Soepardjo), dikenal sebagai orang-orang dekat Soeharto. Karena itulah muncul anggapan bahwa jangan-jangan baik penggerak maupun penumpas G-30-S dimotori oleh orang yang sama atau di bawah komando Soeharto.
Kedua, ternyata satu kompi batalyon 454 Diponegoro Jawa Tengah dan satu kompi Batalyon 530 Brawijaya Jawa Timur, yang secara terselubung digunakan sebagai penggerak G-30-S (bahkan belakangan Batalyon 530 juga digunakan Soeharto untuk menumpas G-30-S), ternyata merupakan pasukan Raider elite yang menerima bantuan AS sejak 1962.
Lebih dari itu, para penggerak Gestapu, ternyata pernah dilatih di AS. Ini menarik karena dalam tradisi yang dikembangkan di Pentagon, setiap orang asing yang mengikuti pelatihan tersebut merupakan orang-orang yang telah melewati seleksi ketat dinas Intelijen Amerika. Karena itu cukup mengejutkan bahwa ketiga penggerak utama G-30-S itu ternyata merupakan kader Komunis.
Namun di mata seorang sumber yang pernah dibina langsung oleh CIA, hal semacam itu dapat saja terjadi. Ada beberapa pola perekrutan yang lazim dilakukan oleh CIA. Pertama, beberapa orang direkrut dan dibina dengan maksud untuk menjadikan bagian langsung dari organ CIA. Kedua, ada orang yang direkrut semata-mata untuk tujuan yang bersifat temporer. Ketiga, boleh jadi orang yang direkrut tidak menyadari bahwa dirinya sedang dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan jalan berfikir seperti itu, bukan tidak mungkin kalau Untung, Latief, dan Soepardjo secara sadar diterima dalam jaringan CIA justru untuk digunakan sebagai penunjang sekenario besar CIA menggulingkan Bung Karno, sekaligus menghancurkan PKI. Dan wajar saja jika kemudian ada pertanyaan seberapa jauh hubungan Soeharto dengan CIA.
Sekelompok kecil peneliti akademis AS yang dimotori Dr. Guy Pauker mulai mengadakan kontak dengan pihak angkatan darat. Tujuannya menggalang kekuatan anti-komunis di Indonesia. Salah seorang kawan dekat Pauker di angkatan darat adalah wakil komandan SSKAD Jenderal Suwarto seorang perwira lulusan AS. Sementara itu pada tanggal 1959, Soeharto yang masih berpangkat kolonel, mulai masuk SSKAD.
Di situlah kontak intensif Suwarto-Soeharto bermula. Sejak itu, Suwarto membina Soeharto dalam penyusunan doktrin perang wilayah dan operasi karya. Operasi karya mendapat bantuan penuh dari Amerika melalui suatu program yang disebut MILTAG. Operasi karya resminya merupakan proyek-proyek sipil, tapi merupakan operasi terselubung untuk membangun kontak-kontak dengan unsur-unsur anti-komunis dalam angkatan darat beserta organisasi wilayahnya.
Besar kemungkinan berbagai manuver membina Soeharto dalam rangka menjalankan rencana Amerika mendongkel Bung Karno pun dimulai. Menurut keterangan berbagai sumber, beberapa bulan menjelang meletusnya G-30-S, beberapa veteran PRRI/Permesta di bawah pimpinan Yan Walandouw berkunjung ke Wasington. Tujuannya meminta dukungan Amerika agar Soeharto dapat menjadi Presiden mengganti Bung Karno.
Mengapa CIA memilih Soeharto? Karena saat itu Soeharto adalah pihak yang sakit hati. Betapa tidak, antara 1956-1959, Soeharto menjabat sebagai Pangdam Diponegoro. Namun pada perkembangannya, Nasution melihat ada indikasi keterlibatan Soeharto dalam tindak korupsi dan penyelundupan. Alhasil jabatan Soeharto dicopot. Sebagai gantinya, dia dikirim ke SSKAD untuk tugas belajar. Saat di SSKAAD, sempat ada usul Soeharto menjadi ketua senat. Akan tetapi, usulan itu ditentang oleh D.I. Panjaitan. Alasannya, watak Soeharto yang kurang baik – Soeharto terlibat kongsi dagang dengan pengusaha Cina, Liem Sioe Liong dan Bob Hasan sembari menjalankan tugas kemiliteran. Karena itu, Soeharto pun jengkel terhadap D.I. Panjaitan.
Dalam situasi demikian, sasaran skenario Soeharto-CIA jadi jelas, yaitu menyingkirkan para perwira angkatan darat yang dianggap loyal kepada Bung Karno, sekaligus menciptakan kesan adanya konspirasi AURI-PKI dalam mendalangi G-30- S. Boleh jadi ini pun merupakan bagian dari skenario besar CIA untuk menyingkirkan AURI, yang dianggap dekat dengan Bung Karno.[2]
Sejak awal, Soeharto sangat dekat dengan orang-orang PKI seperti Sjam Kamaruzzaman saat di perkumpulan Patuk. Kemudian Untung dan Latief juga sudah menjalin hubungan perkoncoan dengannya. Namun oleh PKI, Soeharto dianggap sebagai orang yang tidak tepat dijadikan kader. Moralnya dianggap kurang baik dan tidak bisa dipercaya. Tapi, Biro khusus tidak melepaskannya. Ia tetap dibina dengan kategori sebagai “orang yang dimanfaatkan”. Walau akhirnya ia jauh lebih licin dibanding pihak yang memanfaatkannya.
Target awal pelaku G-30-S adalah membunuh Presiden Sukarno. Ini akan dilakukan saat peringatan Hari Angkatan Bersenjata, 5 Oktober 1965. Pembunuhan dibuat seperti pembunuhan presiden Mesir Anwar Sadat -- ketika pasukan berparade, Soekarno akan ditembak di panggung kehormatan. Yang bertugas memberondong presiden adalah pasukan Batalyon 503 Brawijaya dan Batalyon 454 Diponegoro. Batalyon ini memang khusus diundang oleh Pangkostrad untuk mengikuti upacara. Anggota diperintahkan untuk mengisi peluru secara penuh semua senjata yang dibawanya. Tapi, hal itu diketahui secara tak sengaja oleh komandan Batalyon 305 Ali Rahman yang juga hadir. Ali Rahman bingung karena pasukannya tidak diberi peluru. Kegagalan rencana dalam membunuh Soekarno dalam upacara hari angkatan bersenjata merupakan sebab perubahan sekenario gerakan. Maka digunakan skenario baru, yakni menempatkan Soekarno dan Aidit dalam satu paket dalang gerakan.
Ini suatu indikasi, ada koordinasi antara Soeharto dengan para pelaku G-30-S. Sebab, kedua Batalyon itu ditugaskan untuk mengepung istana, sejak malam penculikan (30 September) hingga esok hari. Apalagi ternyata pada pagi 1 Oktober itu, Brigjen Soepardjo mengaku ditugaskan untuk menekan, bila perlu membunuh Presiden Soekarno. Tapi malam itu, Presiden tidak bermalam di Istana Merdeka.
Sebenarnya Soeharto sudah tahu akan adanya gerakan. Oleh para jenderal, Soeharto waktu itu dianggap bodoh karena itu tidak masuk Dewan Jenderal yang dipimpin Yani. Tapi, ia lihai memanfaatkan situasi. Ia membiarkan semua jenderal dihabisi, lalu menghabisi PKI sampai ke akar-akarnya.
Soeharto mengulur-ulur waktu buat merebut kembali RRI, padahal gedung RRI berada di seberang markas Kostrad.  Keganjilan lain, mengapa Soeharto yang sudah memerintahkan Batalyon 530 berjaga-jaga di kawasan Monas dan Istana Negara, yang juga berdekatan dengan RRI dan kantor telekomunikasi yang diduduki para pelaku, tidak bertindak cepat, serta membiarkan para pelaku bertindak semaunya?
Meledaknya G-30-S seperti membuat Soeharto merasa di atas angin dan bisa bertindak apa pun. Dia, atas bantuan CIA, membantai tak kurang dari 250.000 nyawa. Aksi pembantaian didahului dengan mengkondisikan masyarakat Indonesia antipati terhadap PKI, melalui berita media massa bahwa PKI telah melakukan penyiksaan biadab terhadap para jenderal yang menjadi korban G-30-S. Dan ini sangat efektif membakar emosi massa.
Soeharto tidak hanya keras terhadap lawan-lawannya, tetapi juga terhadap teman-teman  dekat yang banyak membantunya mencapai kekuasaan. Metode yang dipakai Soeharto adalah habis manis sepah dibuang. Soeharto juga tangkas menyingkirkan kawan-kawannya yang berpotensi menyaingi figurnya. Itu dilakukan untuk terhindar dari fenomena ratu kembar. (Antek Sejarah)


                [1]Benedict R O’G Anderson dan Ruth T McVey, Kudeta 1 Oktober 1965; SebuahAnalisisAwal, LKPSM-Syarikat, Yogyakarta, 2001, hlm. 268.
                [2]Syamdani, KontroversiSejarah di Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2001, hlm. 107-111.
-->

Film-Film Sejarah yang Wajib Ditonton Para Penggemar Sejarah Indonesia



Oleh: Pretik Matanasi

 
Sejarah adalah bagaimana melihat dan mencari kebenaran. Ada banyak cara selain belajar sejarah selain membaca. Membaca memang harus, namun ada beberapa cara lain yang harus dilakukan untuk menikmati dan membumikan sejarah. Berziarah ke tempat sejarah dan menonton film-film sejarah. Nah, film yang ditonton pun tak melulu harus yang dokumenter.
Sudah lazim jika sejarah yang difilmkan sering diberi bumbu agar menarik—dan komersil. Film tak bermaksud bohong, tapi sutradara punya subjektifitasnya sendiri. Mari menjadi bijak untuk melihat film sebagai referensi belajar sejarah yang seru. Seperti buku sejarah, film seperti juga novel sejarah bisa membantu kita membayangkan bagaimana kondisi  atau kehidupan di masa lalu. Tentu saja bukan untuk dipercaya sepenuhnya, tapi setidaknya bisa ditangkap sisi positifnya. Dan film bisa menjadi bahan pembelajaran di sekolah.
Pastinya, ada beberapa film yang layak ditonton untuk lebih bisa membayangkan bagaimana kehidupan atau sejarah Indonesia di masa lalu. Tentu saja film-film ini bukan dijadikan kebenaran mutlak, hanya bisa jadi sumber mencari kebenaran, atau setidaknya jadi pembanding. Beberapa film bahkan bisa ditemukan di Youtube. Di antara film-film itu adalah:
  1. Moeder Dao. Ini adalah film dokumenter. Gambar yang diambil adalah Indonesia era 1912 sampai 1930-an. Kita bisa melihat bagaimananya sederhananya orang Indonesia dalam berpakaian dan hidup. Dunia teknologi  industri di Indonesia yang mulai modern juga terlihat. Perbedaan hidup antara pribumi dengan Eropa juga bisa dilihat. Itu alasan mengapa film ini wajib ditonton.
  2. Max Havelaar. Ini film berdasar novel curhat dari Eduard Douwes Dekker—yang mengisahkan dirinya sebagai Max Havelaar—pegawai  pangrehpraja Belanda yang kecewa dengan Tanam Paksa. Max hendak melaporkan kesewenangan Bupati Lebak pada pemerintah di pusat, namun laporan itu tak diterima. Max bahkan dimutasikan. Film ini mungkin bisa membantu kita melihat bahwa feodalisme adalah akar korupsi dan kesewenangan di Indonesia.
  3. Oeroeg. Film ini diadaptasi dari novel Hella Hesse. Tentang persahabatan Oeroeg dan Johan Ten Berge, tentang anak pribumi dan Belanda di era kolonialisme. Di mana diskriminasi rasial begitu kuat. Mereka terpisah, namun bertemu lagi ketika Belanda harus dilawan.
  4. Soegija. Tak butuh jadi seorang Katolik untuk mengenal Uskup (pribumi pertama) Romo Soegijopranoto. Film ini menggambarkan betapa humanisnya Sang Romo. Ceritanya tak melulu soal Sang Romo, tapi juga tentang orang di sekitarnya yang hidup di masa-masa perang (mulai dari Perang Pasifik lalu Perang Kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1942-1949). Film ini cukup mengajarkan pluralisme.
  5. Riding the Tiger. Film ini adalah dokumentasi tentang Indonesia dari jaman Jepang, perang kemerdekaan, orde lama hingga orde baru. Selain rangkaian video dokumentasi, terdapat juga wawancara dengan saksi dan pelaku  sejarah, buruh pabrik, pejabat militer Indonesia, aktivis seperti Arif Budiman atau Romo Mangun.
  6.  Indo Calling. Film dokumenter ini akan menunjukkan kepada kita bagaimana perjuangan orang-orang Indonesia di Australia, yang di antara adalah pelaut-pelaut Indonesia. Rupanya, banyak orang-orang Australia yang menentang sikap Belanda yang ingin menjadikan Indonesia daerah kolonialisasi kembali. Gambar-gambar ini bisa jadi terkait dengan mogoh buruh pelabuhan Australia yang ogah bongkarmuat barang-barang ke kapal Belanda yang akan berangkat ke Indonesia.
  7. Tjoet Njak Dien. Dari judulnya, film ini jelas tentang perjuangan Cut Nyak Din dan pengikutnya melawan masuknya Tentara Belanda ke Aceh. Ini termasuk film sejarah terbaik, dengan dukungan aktor dan aktris terbaik Indonesia.
  8.   Soekarno. Ini adalah fragmen tentang kehidupan Sukarno sejak di Bengkulu dia bertemu Fatma hingga kepindahan Sukarno ke Jakarta. Di mana Inggit kemudian meninggalkan Sukarno. Di mana Sukarno jadi penasihat militer Jepang, dengan harapan Jepang mengurangi tekanan terhadap rakyat Indonesia. Belakangan, Sukarno pun tampil sebagai Presiden RI pertama.
  9.  Sang Pencerah. Film ini bercerita tentang Ahmad Dahlan sang pendiri Muhamadiyah. Dia bisa menampilkan orang-orang Islam sebagai orang yang juga bisa berpikiran maju. Di mana perubahan yang dibawa Ahmad Dahlan tak merusak tatanan nilai-nilai lain yang sudah ada.  
  10.  Sang Kiai. Film ini tentang Kiai Haji Hasyim Asyhari pendiri pesantren Tebu Ireng. Film ini merekam imaji bagaimana kaum santri menghadapi sejarah Indonesia. Mereka ikut menderita di bawah Jepang dan ikut ambil bagian dalam revolusi kemerdekaan Indonesia.  
  11.   Pengkhianatan G 30 S/PKI. Terlepas dari kontraversi, film ini tetap layak ditonton. Setidaknya film ini memberikan kesan betapa tegangnya tahun 1965. Tentang adegan penyiksaan, yang katanya tidak ada, setidaknya itu memberi gambaran pada kita betapa bencinya orang-orang orde baru pada komunis.
  12. Act of Killing. Biar imbang setelah nonton film Pengkhianatan G 30 S/PKI, boleh dong kita nonton film tentang orang yang mengaku pernah menjadi algojo di Medan. Anwar Kongo, sang algojo bisa menjadi contoh orang yang anti komunis di Indonesia. Tentu saja tak bermaksud mengajari sadism atau menjelek-jelekan, tapi harapannya agar tak ada lagi penghilangan nyawa.
Tentu saja, bukan film-film ini saja yang layak ditonton. Masih banyak yang lain, yang belum saya saya sebut dan saya tonton. 12 film di atas bagi saya cukup menarik untuk menemani Anda belajar sejarah.
Silahkan mengkritik….
Selamat menonton…
-->

Membaca atau Mengetahui Sifat Karakter Pribadi Seseorang Lewat Telapak Tangan


Setiap orang pasti memiliki gambaran telapak tangan yang berbeda, bahkan antara dua orang yang kembar sekalipun. Setiap gambaran yang ada pada telapak tangan menjadi indikator karakter pribadi si empunya. Lewat gambaran yang ada pada telapak itulah karakter pribadi seseorang dapat dibaca. Dan yang menjadi bagian dari gambaran telapak tangan, yaitu obyek specifik yang menjadi patokan dalam pembacaan karakter seseorang, adalah: garis tangan, bukit tangan, dan sidik jari.
 Pembacaan telapak tangan sendiri, biasanya dimulai dari tangan yang lebih dominant dan umumnya adalah tangan kanan. Namun bila kidal, hal ini adalah sebaliknya. Tangan kanan biasanya merefleksikan kondisi saat ini dan yang akan datang, identitas pribadi yang berubah secara perlahan, rasional dan pikiran sadar, kinerja, serta talenta. Tangan kiri banyak berbicara mengenai masa lalu, masa kecil, kehidupan yang dipengaruhi orang tua, pikiran intuitif, kemampuan/potensi, serta faktor-faktor keturunan. Dan di bawah ini akan dipaparkan mengenai pembacaan karakter melalui telapak tangan secara lebih rinci:

Peta Tangan
Sebelum membaca garis tangan ataupun bukit tangan, sebaiknya kita tahu dulu tentang apa yang disebut Peta Tangan.  Peta tangan adalah istilah yang dipakai oleh para ahli palmistry (membaca garis tangan) untuk menyebut gambaran yang ada pada telapak tangan yang meliputi hampir semua bagian yang ada pada telapak tangan, termasuk garis tangan dan bukit tangan. Bagi para ahli palmistry, masing-masing bagian dari telapak tangan orang, ada nama-namanya tersendiri. Dan berikut ini gambar peta tangan beserta nama-nama bagiannya: 


1. Jari Jupiter
2. Cincin Sulaiman
3. Falang (ruas jari) kemauan
4. Bukit Jupiter
5. Gridle Venus
6. Falang logik
7. Bukit Mars yang lebih rendah
8. Garis kehidupan
9. Garis Mars
10. Bukit Venus
11. Via lasciva
12. Racettes
13. Jari Saturnus
14. Jari Appolo
15. Jari Merkuri
16. Cincin Saturnus
17. Bukit Saturnus
18. Bukit Appolo
19. Garis hati
20. Bukit Merkuri
21. Garis Kepala
22. Garis Anak
23. Garis Perkawinan
24. Hepatica
25. Garis intuisi
26. Bukit mars bagaian atas
27. Garis nasib
28. Garis matahari
            29. Bukit bulan

Adapun untuk membaca karakter lewat telapak tangan ini bisa membuka link artikel berikut:

-->