Aku Cukup Terlatih Mengenal Keindahanmu
Akhirnya aku tahu siapa engkau, yang duduk di antara pintu
besi, pagar besi, dan manusia-manusia berwajah besi. Meski itu dalam waktu yang
lama, tapi masih dalam gelas yang sama ketika pertama aku mencicip senyummu. Dan
sayangnya, kita tak pernah bersulang.
Memang, aku tak pandai memuji, apalagi merebut hati. Bicaraku
tak cukup lancar untuk sekedar mengatakan cuaca hari ini. Kakiku lumpuh untuk menziarahi
kursi kosong di samping yang kau duduki. Dan jantungku.. apalagi dengan jantungku
ini...
Meskipun begitu, aku cukup terlatih untuk mengenal dimana
letak kecantikanmu keindahanmu. Keindahanmu tidak hanya di wajah yang
membuat bunga-bunga menunduk malu. Tak hanya di suaramu yang seolah meniupkan
ruh-ruh pada benda mati. Tak hanya di tatapanmu yang mempecundangi hantu-hantu
malam. Tak hanya di wangimu yang mampu menembusi mimpi. Tak hanya di kakimu
yang mampu menapaki tanah gersang pada siang dan malamnya diguyur hujan. Tak
hanya itu. Keindahanmu juga di hati, yang
tampak saat kau basuh air subuh.
Tapi, kau jangan tanya sejak kapan kutahu keindahanmu. Kau
tak perlu tau itu. Kau pun tak akan percaya jika ku katakan mengenal sejak
tangisanmu yang pertama. Karena kau hirup udara ini lebih dulu dari aku. Jadi,
biarlah ini jadi rahasiaku yang terkubur tanpa nisan. (catatan di bawah hujan
sore, Selasa Kliwon, 17 Januari 2012)
mantep dan nancep di hati... puitis dan sastrawi... lanjuuuuttt mas Brooo... mumpung lagi hujan. :-)
BalasHapus