Cernak: Selendang Warisan
Pagi-pagi di dalam ruang kelas empat SD Nusa Bangsa, Wati, Siska, dan Ana sedang berbincang-bincang. Mereka sedang membicarakan tentang selendang buat latihan tari. Memang, bersama Erni, mereka adalah para siswi yang terpilih sebagai pembawa tari dalam acara pentas seni.
Pentas seni selalu diadakan sekolah untuk memeriahkan acara perpisahan dengan kelas enam yang baru kelulusan. Yang mengisi acaranya adalah para murid SD itu sendiri. Dan kali ini, disamping tari, juga akan disi dengan drama, gerak dan lagu, serta paduan suara.
Karena acara pentas seni itu akan terlaksana sepuluh hari lagi, maka latihan tari akan dimulai sore nanti di sekolah. Yang menjadi pelatihnya adalah Mbak Upik. Dan dalam setiap latihan, semua harus membawa selendang sendiri untuk latihan.
“Selamat pagi teman-teman.” Sapa Erni yang baru datang.
“Selamat pagi Er,” balas teman-temannya.
“Gimana Er, selendangku bagus nggak!?” Siska meminta pendapat Erni tentang selendang barunya.
“Bagus.” Ucap Erni singkat.
“Er, Kamu sudah dibeliin selendang belum?” Tanya Ana yang juga memegang selendang barunya.
“Belum sih, tapi ibuku janji kalau hari ini ia akan membelikannya.”
Sebenarnya Erni iri. Ternyata Siska dan Ana telah memiliki selendang baru buat latihan tari. Sedang Erni belum dibelikan selendang baru. Hingga Saat pelajaran, ia terus saja kepikiran dengan selendang.
Dan pulang sekolah, sampai rumah Erni langsung menagih, “Bu, mana selendang baruku?”
Ibunya tersenyum, kemudian menjawab dengan tenang, “Ibu tidak jadi beliin kamu selendang. Tapi ibu masih punya simpanan selendang warisan dari almarhumah nenekmu.”
“Apa... jadi ibu tidak jadi membelikan Erni selendang baru!?” Erni pun langsung ngambek. Terus mengurung diri di dalam kamar.
Sampai sore Erni belum keluar juga dari kamarnya. Sebenarnya ibunya khawatir kalau Erni sampai kenapa-napa. Dan untungnya Wati segera datang. Ia ingin mengajak latihan ke sekolah.
“Erninya ada bu?” tanya Wati pada ibunya Erni.
“Ada di dalam kamarnya. Tapi dia lagi marah, soalnya ibu tidak jadi membelikannya selendang baru. Ibu tidak membelikan selendang baru karena ternyata di lemari ada selendang warisan dari almarhumah neneknya Erni. Dan dulu itu juga dipakai untuk nari lho. Nenek Erni kan dulunya penari kraton.”
“O, jadi begitu. Saya juga cuma pakai selendang warisan ibu. Lagian ini cuma untuk latihan.”
Akhirnya setelah dibujuk oleh Wati, Erni pun mau juga keluar dari kamarnya. Ia juga mau memakai selendang warisan dari neneknya untuk latihan sore ini.
Di tempat latihan teman-teman langsung menyapa. Begitu juga kak Upik si pelatih tari.
“Wah, selendang Erni bagus banget.” Kata kak Upik.
“Pasti mahal ya Er.” Tambah Siska.
“Enggak, ini cuma selendang warisan dari nenekku kok.”
“Tapi kok bagus banget.” Siska masih tak percaya.
Wajah Erni pun menjadi berseri-seri. Ternyata walaupun bukan selendang baru, tapi selendangnya malah bagus. Lebih bagus dari selendang milik Siska dan Ana yang pada baru itu. Dan Erni pun menjadi semangat dan pingin cepat-cepat latihan. (Yunisa Priyono, Cernak, Kedaulatan Rakyat: 3 Juni 2007)
Diskusi